Jumat, 13 September 2013

Dan Ketika Takdir Memisahkan Kita

Ketika Takdir Memisahkan Kita
Sarah begitu terpukul, dunia yang ia rasa tak sama lagi sejak dua pekan yang lalu. Suaminya meninggal pekan itu, di usia pernikahan mereka yang belum genap setahun. Ia menikah Desember tahun lalu. Dan ada hal yang semakin membuatnya sedih, ia belum sempat hamil dari pernikahannya itu.

Ia paham bahwa Allah pasti memberikan yang terbaik untuk dirinya, dan takdir Allah tak pernah salah. Namun, ia menemukan dirinya sangat sulit mengatasi rasa sedih akibat kehilangan itu. Seringkali ia berdoa bahwa dirinya hamil sebelum kepulangan suaminya sehingga dapat menjadi kenang-kenangan yang indah tentang mereka. Ia coba alihkan ksedihannya dengan membaca Quran, ia labuhkan dirinya dalam doa, namun perasaan putus asa dan kesedihan tetap saja menggelayut. Apa yang harus ia lakukan..

Dr. Maryam Bachmeier, seorang psikolog Muslimah dari Universitas Argosy  dalam lansiran OnIslam menjelaskan bahwa, perasaan putus asa seketika setelah kehilangan seseorang yang kita cintai sangatlah normal, terlebih orang tersebut adalah suami yang hidupnya telah menyatu dalam kehidupan kita dengan segala harapan dan impian bersama tentang masa depan.

Dan yang harus diingat adalah proses kesedihan ini bukanlah sesuatu yang harus “diatasi”. Jika memang perlu menangis, biarkan air mata itu jatuh. Jika kita perlu berbicara dengan seseorang, temuilah seseorang yang dapat mendengarkan dan memungkinkan kita untuk memproses segala sesuatu yang kita rasakan dan pikirkan. Jika kita memerlukan beberapa waktu untuk diri sendiri, biarkan orang tahu, dan sediakan waktu untuk bersendiri. Permudahlah diri kita. Kehilangan yang seperti Sarah alami  baru saja terjadi, dan ia bahkan hampir belum menyadari sepenuhnya apa yang baru saja terjadi. Diperlukan waktu untuk benar-benar menyadari dan menerima kenyataan hidup.

Kehilangan orang yang kita cintai bukanlah hal yang harus kita atasi, itu adalah sebuah pengalaman hidup yang secara perlahan harus kita lewati, melalui dengan perlahan badai emosi yang tak menentu. Yakinlah..yakinlah sementara kita berada di kedalaman kesedihan kita, bahwa Allah yang menggenggam jiwa kita, dan jiwa orang yang kita cintai pun kini ada dalam genggamanNya. Dan jiwa kita lah kini yang menjadi pusat badai emosi itu, dan dalam pusat itu, tak akan ada yang tersakiti. Emosi tersebut akan berputar-putar dalam diri kita, dan bahkan dapat memerangkap pikiran kita dari waktu ke waktu sepanjang kita memikirkan peristiwa kehilangan itu. Namun akhirnya badai akan tenang. Percayalah.

Untuk sementara waktu mungkin kita merasa hidup seperti tidak adil, atau merasa tak sanggup untuk melanjutkan hidup tanpa dirinya. Karena mungkin kita telah merencanakan masa depan dengannya, dan sudah demikian nyaman dengan proses yang sedang berlangsung, namun rencana ini sekarang harus berubah. Hidup kita memang akan berbeda tanpanya, dan ini memerlukan proses adaptasi yang gigih dan tak terduga untuk kita. Ini semua sangat normal. Kesedihan kita saat ini juga sangat-sangat normal. Ini adalah proses yang alamiah.

Ketika kita terus maju melalui semua rasa pada tahapan proses kesedihan tersebut, pada akhirnya kita akan mulai merasa menjejak bumi kembali, stabil, dan kembali berkeinginan menjalankan fungsi diri kita secara normal. Kita akan mengalami apa yang kita sebut “norma baru”, dan meskipun kehidupan tersebut berbeda dari yang kita harapkan, kita akan berada di rute hidup  kita lagi. Untuk saat seperti ini, kita harus bersikap baik dan lembut pada diri sendiri, dan biarkan diri kita merasakan apa pun yang ingin kita rasakan. Pada satu sisi yang mungkin tidak kita sadari adalah bahwa ada sebuah kebahagiaan dalam diri kita, karena seseorang yang menjadi bagian diri kita kini sudah bersama Allah. Namun ego pribadi dan sisi kita yang lain yang melekat pada drama Kehidupan Bumi-lah yang kehilangan dirinya saat ini. Itu bukan masalah. Biarlah itu kita sadari apa adanya. Berdoalah kepada Allah agar Allah menghibur kita. Hanya Allah-lah ‘teman’ kita sesungguhnya.

Kini, prioritaskanlah diri kita dan waktu yang kita miliki untuk proses ini. Kelilingilah diri kita dengan orang-orang yang menyayangi dan mengerti bahwa kita membutuhkan mereka namun juga memahami bahwa kita membutuhkan waktu untuk sendiri. Jadilah sealamiah mungkin dan pastikan kita memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar kita, seperti kebersihan, makan makanan yang sehat dan sekedar berjalan-jalan untuk menggerakkan badan.

Dan kadang-kadang akan cukup membantu untuk memiliki satu atau dua orang yang akan menjadi juru bicara untuk berbicara dengan orang lain atas nama Anda. Pada saat seperti ini, orang mungkin ingin datang mengunjungi kita atau menghubungi kita, dan kita mungkin hanya ingin berada dengan beberapa orang yang membuat kita benar-benar merasa nyaman. Jika hal ini terjadi, maka lakukan saja hal ini dan berikan izin kepada anggota keluarga atau teman kepercayaan untuk menjadi penghubung kita dengan orang lain. Hal ini dapat diterima dan orang biasanya menghormati keputusan seperti ini.

Jadi, luangkan waktu sebanyak apapun yang kita butuhkan untuk diri sendiri, namun pada  saat yang sama kita juga merangkul dukungan dari orang-orang yang kita merasa nyaman dengan mereka untuk mencegah dari mengisolir diri sendiri.

Oleh esqiel/muslimahzone.com

0 komentar:

Posting Komentar